Masjid ini dibangun untuk meneguhkan identitas ke-Islaman Kerajaan Ngayogyakarto.
Dibangun untuk menegaskan identitas ke-Islaman Kerajaan Ngayogyakarto
Hadiningrat, Masjid Gede Kauman adalah masjid tertua di Yogya.
Masjid ini dibangun pada masa Sri Sultan Hamengkubuwono I, tepatnya
pada hari Ahad Wage, 29 Mei 1773 Masehi atau 6 Rabiul Akhir 1187
Hijriah. Masjid ini berstatus Masjid Raya Provinsi DIY, dan merupakan
salah satu benda cagar budaya di Yogyakarta.
Masjid itu didirikan sebagai sarana beribadah bagi keluarga raja dan rakyatnya, serta untuk menegaskan identitas kerajaan Islam.
Pembangunan masjid ini diprakarsai langsung oleh Sri Sultan HB I
dan Kyai Fakih Ibrahim Diponingrat selaku penghulu Kraton yang pertama.
Sementara arsitek masjid dirancang oleh Kyai Wiryokusumo, kata HM
Julianto Supardi, dalam perbincangan dengan VIVAnews di halaman Mesjid
Gede Kauman, di kompleks Kraton Yogyakarta, Selasa 2 Juli 2011.
Julianto menjelaskan, seperti Masjid Jawa pada umumnya, atap Masjid
Gede Kauman bersusun tiga dalam bentuk tradisional Jawa bernama Tajuk
Lambang Teplok, dengan mustaka berbentuk daun kluwih (sukun) dan gadha
yang ditopang oleh tiang-tiang terbuat dari Kayu Jati Jawa yang usianya
mencapai ratusan tahun. Dinding Masjid tebuat dari batu putih, sedangkan
lantainya terbuat dari batu kali hitam.
Makna bentuk itu adalah tiga tahapan kesempurnaan hakikat,
syariat, dan marifat yang artinya kesempurnaan,†tutur Julianto.
Selain itu, jelasnya, Masjid Gede Kauman memiliki serambi yang berfungsi
sebagai ‘Almahkamah Al Kabiroh’ atau tempat pertemuan para alim ulama,
tempat pengajian dan akwah Islamiyah, pengadilan agama, pernikahan,
perceraian, pemberian waris, peringatan hari-hari besar Islam, dan
lain-lain.
Di halaman luar atau pelataran masjid di sisi utara dan selatan,
berdiri bangunan yang disebut pagongan (tempat gamelan). “Setiap bulan
maulid tiba, gamelan itu dimainkan untuk menarik minat masyarakat Jawa
yang gemar musik tradisonal itu. Gamelan itu diselingi dakwah oleh para
ulama, papar Julianto.
Di masa lalu, masyarakat berbondong-bondong memeluk agama Islam
degan mengucapkan dua kalimat syahadat atau Syahadattin, sehingga
kemudian lahirlah istilah Sekatenan yang setiap tahunnya diperingati
oleh masyarakat Yogya, kisah Julianto.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar